Rabu, 27 Oktober 2010

Surat Untuk Qing Shan


QING SHAN-KU YANG TERKASIH

Teman-teman di Qing Shan, bagaimanakah kabar kalian?

Adakah kemajuan yang kalian peroleh setiap harinya? Saya sangat merindukan kalian, merindukan saat – saat ketika saya masih berada di dalam Qing Shan bersama dengan teman-teman semua.

Betapa banyak hal yang telah kita lalui bersama dan kini menjadi sebuah hal yang indah untuk dikenang kembali. Di dalam Qing Shan, kita tertawa bersama, berjuang bersama, saling mendukung satu sama lainnya. Dikala ada diantara kita yang mengalami kendala, kita akan membantunya bersama-sama, memberikan motivasi dan dukungan. Demikian juga ketika saya sedang mengalami masalah dan berada dalam keterpurukan, teman-teman senantiasa memberikan dorongan semangat agar saya sanggup bangkit dan kembali menatap ke depan.

Kita berjuang bersama, berlari bersama, saling bahu-membahu, untuk menggapai tujuan yang sama : membawakan dunia yang sadar cemerlang.

Mengingat kembali saat itu, saya sangat merasakan bahwa Qing Shan benar-benar adalah sebuah keluarga besar yang hangat. Ibarat sebuah gunung yang terdapat aneka pepohonan dan tumbuhan di dalamnya, Qing Shan juga terdapat anggota dengan berbagai karakter, ada yang usil, ada yang humoris, ada yang bijaksana, ada yang cerewet, ada yang kalem, ada juga yang lasak seperti saya, dan sebagainya. Semua itu memberikan warna tersendiri dan menjadi ciri khas yang membentuk karakter Qing Shan. Meskipun di gunung terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan pepohonan tetapi semuanya memiliki tugas yang mulia untuk menjaga agar udara tetap segar dan tanah tidak longsor, yang berarti bahwa meskipun kita semua memiliki karakteristik dan latar belakang yang berbeda tetapi tujuan kita semua adalah sama, yaitu membawakan kabar sukacita Buddha Maitreya kepada dunia.

Meski kegiatan di kantor kadang cukup melelahkan dan menimbulkan beban pikiran, tetapi semua itu terasa sirna ketika berkumpul kembali di dalam Qing Shan. Selalu ada tangan hangat yang menyambutku, selalu ada dukungan yang penuh motivasi yang diberikan kepadaku, selalu ada bimbingan yang meluruskanku, selalu ada kebijaksanaan baru untuk dibagikan kepadaku setiap harinya. Memang tidak banyak orang yang tahu misi yang sedang diemban oleh Qing Shan, bagi orang awam Qing Shan mungkin hanyalah sebuah tim tari belaka yang bertugas untuk menampilkan tarian disetiap acara, tetapi “Yang berada di dalam tidak dapat melihat permukaannya, yang berada di luar tidak dapat melihat intinya”. Qing Shan tidak hanya merupakan wadah untuk menyalurkan bakat dalam menari saja, tetapi lebih dari itu juga merupakan sarana untuk pembinaan diri dan pengembangan kepribadian agar setiap anggotanya bisa menjadi sebuah pribadi yang bajik dan selalu berpandangan positif.

Berjuanglah Pemuda Semesta ! Berjuanglah Qing Shan !

Qing Shan, Qing Shan !

Heso, Heso !

Qing Shan, Qing Shan !

Heso, Heso !

Go ! Qing Shan !

Go ! Qing Shan !

GOOOOOOO !!!

Sabtu, 16 Oktober 2010

Kisah Si Anak Buta

Seperti yang telah saya postingkan pada blog sebelumnya, berikut ini adalah terjemahan dari tulisan "Story of a Blind". Mengingat adanya perbedaan gaya bahasa dalam terjemahan ini, maka saya mohon maaf jika dalam terjemahan tersebut terdapat kesalahan. Selamat membaca.


Seorang anak laki-laki buta, dengan sebuah topi yang terletak di dekat kakinya, duduk di undakan sebuah bangunan. Ia memegang sebuah papan yang bertuliskan: “Saya buta, mohon bantuan.”

Saat itu, di dalam topinya hanya terdapat beberapa uang receh.

Kemudian seorang pria berjalan mendekatinya. Pria itu mengambil beberapa uang receh dari saku dan meletakkannya ke dalam topi anak tersebut, lalu mengambil papan tulisan laki-laki buta itu, membalikkannya, dan menuliskan beberapa kata. Setelah selesai, ia meletakkan kembali papan tulisan tersebut pada tempatnya semula sehingga setiap orang yang berjalan melintasi anak itu dapat melihat tulisan yang baru ditulisnya.

Hanya dalam sekejap saja topi anak buta tersebut semakin berisi. Semakin banyak orang yang memberikan uang kepada laki-laki buta itu. Pada sore harinya, pria yang mengubah tulisan pada papan tersebut kembali untuk melihat perkembangan yang terjadi.

Anak laki-laki itu mengenali suara langkah kakinya dan bertanya, “Apakah Anda adalah orang mengubah tulisan papanku pada pagi hari ini? Apa yang Anda tuliskan?

Pria itu berkata, “Saya hanya menuliskan kebenaran. Saya mengatakan apa yang Anda katakan tetapi dengan cara yang berbeda.” Saya menulis: “Hari ini adalah hari yang sangat indah tetapi saya tidak dapat melihatnya.

Kedua tulisan pada papan tersebut memberitahukan bahwa anak laki-laki itu buta, tetapi pada tulisan pertama hanya menuliskan bahwa anak itu buta, sedangkan tulisan kedua memberitahukan kepada orang-orang bahwa mereka sangat beruntung karena mereka tidaklah buta. Dengan demikian bukankah tulisan kedua lebih efektif?

Moral Cerita:

Bersyukurlah terhadap segala yang kita miliki. Jadilah kreatif. Jadilah inovatif. Berpikirlah dengan sudut pandang yang berbeda dan positif.

Ketika kehidupan memberimu 100 alasan untuk menangis, maka tunjukkanlah pada kehidupan bahwa kamu memiliki 1000 alasan untuk tersenyum.

Hadapilah masa lalumu tanpa rasa penyesalan. Jalanilah masa sekarang dengan percaya diri. Persiapkanlah diri untuk menyongsong masa depan tanpa rasa takut. Tetaplah percaya dan jauhi ketakutan.

Hal terindah adalah melihat seseorang tersenyum . . . tetapi akan lebih indah jika mengetahui bahwa Anda-lah yang menjadi alasan dibalik senyumannya!

Jika Anda merasa tersentuh setelah membaca kisah ini dan Anda menyukainya, maka saya sarankan agar Anda juga turut menyebarkan kisah ini.

Nikmati harimu dengan hati yang penuh syukur.

Jumat, 15 Oktober 2010

Story of a Blind


Dear readers,
Hari ini saya mendapatkan postingan yang bagus dari seorang teman via Facebook & saya ingin berbagi kisah ini dengan pembaca. Mengingat kisah ini ditulis dalam bahasa Inggris maka bagi pembaca yang agak kurang mengerti akan saya posting-kan juga versi bahasa Indonesianya, dengan harapan agar pembaca dapat mengambil hikmah dan rasa syukur dari artikel berikut ini. Selamat membaca.

A blind boy sat on the steps of a building with a hat by his feet. He held up a sign which said: "I am blind, please help." There were only a few coins in the hat. A man was walking by. He took a few coins from his pocket and dropped them into the hat. He then took the sign, turned it around, and wrote some words. He put the sign back so that everyone who walked by would see the new words. Soon the hat began to fill up. A lot more people were giving money to the blind boy. That afternoon the man who had changed the sign came to see how things were.


The boy recognized his footsteps and asked, "Were you the one who changed my sign this morning? What did you write?"

The man said, "I only wrote the truth. I said what you said but in a different way." I wrote: "Today is a beautiful day but I cannot see it."

Both signs told people that the boy was blind. But the first sign simply said the boy was blind. The second sign told people that they were so lucky that they were not blind. Should we be surprised that the second sign was more effective?
Moral of the Story:

Be thankful for what you have. Be creative. Be innovative. Think differently and positively. When life gives you a 100 reasons to cry, show life that you have 1000 reasons to smile. Face your past without regret. Handle your present with confidence. Prepare for the future without fear. Keep the faith and drop the fear. The most beautiful thing is to see a person smiling…And even more beautiful is, knowing that you are the reason behind it!

If after reading this story you really felt touched and you liked the story, I suggest you share it.

Enjoy our day with a heart of gratitude.

Selasa, 05 Oktober 2010

Tiket-Oh-Tiket

"Dapatkan harga lebih murah dengan pemesanan lebih awal"
Begitulah kira-kira bunyi iklan dari suatu maskapai penerbangan yang telah terkenal dengan low fare flight-nya dan secara kebetulan karena memiliki rencana untuk traveling maka saya pun segera memesan via internet dengan harapan bakal mendapat harga yang termurah.
Berhubung tidak ada penerbangan yang langsung menuju tujuan, maka saya pun menggunakan pesawat transit. Saya mencari jadwal penerbangan yang paling awal agar tidak ketinggalan pesawat berikutnya pada hari yang sama (karena saya tidak begitu mengenal wilayah transit, jadi tidak berniat untuk menginap), kemudian saya memesan dan mencetak tiket secara online.
"Bagus, tinggal angkat koper" pikirku karena telah menemukan dan menyusun jadwal perjalanan saya dengan rapi.
Tidak ada hal yang lebih menyenangkan saat berlibur bagi seorang perfeksionis seperti saya selain tiket yang murah dan jadwal perjalanan yang rapi. Untuk itulah saya memutuskan untuk memesan segala transportasi dan akomodasi 6 bulan lebih awal dari jadwal keberangkatan agar saya bisa fokus untuk mengatur jadwal yang lainnya.
Ternyata tidak semuanya berjalan dengan sesuai harapan. Tiga bulan berikutnya ada malam hari, saya mendapatkan informasi dari seorang teman bahwa jadwal penerbangan maskapai yang saya tumpangi telah berubah & tanpa pemberitahuan via sms maupun call pula. Shock? La iya la . . masa la iya dong . . , karena dengan demikian alamat kacaulah seluruh jadwal perjalanan saya. Bayangkan saja, saya memesan penerbangan paling awal di hari itu ternyata mundur menjadi penerbangan malam, sehingga sudah dapat dipastikan saya akan ketinggalan penerbangan selanjutnya. Secepatnya saya memeriksa jadwal penerbangan di internet dan ternyata memang berubah. Untunglah dari pihak maskapai menyediakan call center yangstandby 24 jam, maka tanpa mengulur waktu saya langsung saja menghubungi call center yang berada di Pusat untuk complain. Setelah 2 kali menelepon malam-menjelang-pagi (1 kali untukcomplain & 1 kali untuk flight confirm) yang disertai dengan "kata pengantar" yang cukup panjang & (menurutku) kelewat-cerewet-banget-sih akhirnya masalah teratasi. Saya mendapat pergantian hari tanpa tambahan biaya, maka saya memilih untuk mundur satu hari meskipun belum tahu bakal nginap di mana saat tiba di lokasi transit (syukur-syukur kalo ada pramugari yang berbaik hati mau berbagi kamar. Wahahaaha . . . !!). That's better daripada saya harus menghadapi jadwal yang mundur lagi.
Sudah selesaikah sampai di situ?
Ternyata belum mas, belum . . . , suer belum . . . , karena jadwal return flight / penerbangan kembali dari maskapai yang satu lagi (low cost carrier) juga mengalami perubahan jadwal. Lagi-lagi jam penerbangan diundurkan & (sekali lagi) saya pasti terlambat untuk penerbangan lanjutan. "Sempurna, gue suka gaya maskapai loe. Watdehel yuar"
Dengan situasi demikian, maka kembalilah saya harus mengangkat telepon untuk complain hingga masalah ini teratasi.
Dari hasil pengamatan serta analisa terhadap apa yang saya alami, maka saya bisa menarik hipotesa sementara & menyimpulkan bahwa kalimat pada iklan tersebut seharusnya ditambah tanda asterik (*) dan disertai keterangan : "yah . . , sedikit bersusah payah la . ."
Pengen murah malah tambah mahal karena harus telepon lama untuk complain. Ck ck ck . . .