Rabu, 23 Mei 2012

TIKUS MEMBALAS BUDI (based on true story)


     Dikarenakan bencana musim dingin berat berturut-turut selama tiga tahun, banyak keluarga yang mengalami kesulitan dan kekurangan persediaan kebutuhan hidup. Di suatu malam musim dingin, saya terusik bangun oleh bunyi "cit-cit". Begitu kunyalakan lampu, ternyata seekor tikus terkurung dalam guci besar, ia tak mampu memanjat keluar. “Beras dalam guci sudah hampir habis, tikus datang memakannya lagi” gumamku, hal membuat saya naik pitam. Kuambil sebuah tongkat, rasanya ingin memukulnya sampai babak belur. Eeh... ketika saya mulai  mengayunkan tongkat, tikus tersebut langsung berdiri dengan kedua kaki belakangnya, sedangkan kedua kaki depannya disatukan seolah-olah melakukan gerakkan memohon ampunan.

     Spontan hatiku pun terenyuh melihatnya, kemudian kuletakkan tongkat ke dalam guci, ia pun segera memanjat keluar melalui tongkat tersebut dan bergegas menyembunyikan diri di tengah kegelapan malam. Sebelum tikus tersebut pergi, ia mengulang gerakkan tadi dengan kedua kaki depannya sebanyak 3 kali ke arahku, seolah-olah menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Sejak saat itu, ia sering kembali ke rumah kami dan menjadi teman main bagi anak-anakku.

     Pada suatu malam, cuaca cukup menggerahkan, dengan susah payah saya mulai masuk ke alam mimpi, tetapi mendadak kurasakan sakit di ujung kaki. Ternyata ada bekas gigitan dan ada bercak darah. Bersamaan dengan itui, kudengar suara rintihan putriku, wajahnya juga terdapat bercak darah dan tak jauh darinya sang tikus berpekik keras. Pikiranku menjadi kacau dan naik darah, segera saja kuraih sapu dan memukul ke arahnya, tetapi berhasil dielak oleh tikus tersebut. Sejenak kemudian, suami dan putraku datang dan menyerangnya bersamaan. Mendadak ia kabur dan nyelinap lewat lubang dinding keluar dari rumah, tapi tetap berpekik-pekik di sana, seolah-olah mengejek kami. Saya menjadi semakin emosi, kubanting daun pintu dan mengejarnya keluar.

     Sekian menit kemudian, ternyata kami sudah sangat jauh mengejarnya, meliuk-liuk di jalan besar dan gang sempit, akhirnya kami berhenti di bawah pohon pada sebuah lapangan berumput. Kami pasrah. Sang tikus memanjat ke atas pohon sambil memandang ke bawah. Kami merasa letih, dan ia pun terlihat kelelahan. Tak lama kemudian, bumi terasa berguncang hebat, bangunan-bangunan terlihat mengepulkan asap, ternyata terjadi gempa bumi yang dahsyat. Bangunan perumahan dan perkantoran yang dibangun dengan susah payah, hancur-lebur hanya dalam waktu sekian detik, suara jeritan dan tangisan membahana di mana-mana. Peristiwa ini dalam sejarah dikenal sebagai gempa bumi Tangshan-Hebei (28 July 1976), yang berjarak 160 km dari Beijing-China.

     Karena pusat gempa berada di tengah-tengah kota,sehingga menelan banyak korban jiwa. Menurut pencatatan, sebanyak 227.690 yang meninggal, 164.851 orang yang luka berat dan ringan. Kami sekeluarga sangat berterima kasih kepada sang tikus, yang dengan sengaja mengigit kami, lalu memancing kami keluar dari rumah menuju lapangan rumput yang luas, sehingga nyawa kami terselamatkan dari bencana gempa tersebut.

     Marilah kita menghargai dan menyayangi semua makhluk. Sudah lebih dari cukup apa yang dianugerahkan oleh Sang Maha Kuasa kepada kita, sehingga kita tidak perlu sampai melukai atau menjagal dan memakan daging mereka. Janganlah mengorbankan nyawa makhluk lainnya hanya demi kenikmatan sepotong lidah & sejengkal perut, karena sesungguhnya semua makhluk bersaudara.