Selasa, 05 Oktober 2010

Tiket-Oh-Tiket

"Dapatkan harga lebih murah dengan pemesanan lebih awal"
Begitulah kira-kira bunyi iklan dari suatu maskapai penerbangan yang telah terkenal dengan low fare flight-nya dan secara kebetulan karena memiliki rencana untuk traveling maka saya pun segera memesan via internet dengan harapan bakal mendapat harga yang termurah.
Berhubung tidak ada penerbangan yang langsung menuju tujuan, maka saya pun menggunakan pesawat transit. Saya mencari jadwal penerbangan yang paling awal agar tidak ketinggalan pesawat berikutnya pada hari yang sama (karena saya tidak begitu mengenal wilayah transit, jadi tidak berniat untuk menginap), kemudian saya memesan dan mencetak tiket secara online.
"Bagus, tinggal angkat koper" pikirku karena telah menemukan dan menyusun jadwal perjalanan saya dengan rapi.
Tidak ada hal yang lebih menyenangkan saat berlibur bagi seorang perfeksionis seperti saya selain tiket yang murah dan jadwal perjalanan yang rapi. Untuk itulah saya memutuskan untuk memesan segala transportasi dan akomodasi 6 bulan lebih awal dari jadwal keberangkatan agar saya bisa fokus untuk mengatur jadwal yang lainnya.
Ternyata tidak semuanya berjalan dengan sesuai harapan. Tiga bulan berikutnya ada malam hari, saya mendapatkan informasi dari seorang teman bahwa jadwal penerbangan maskapai yang saya tumpangi telah berubah & tanpa pemberitahuan via sms maupun call pula. Shock? La iya la . . masa la iya dong . . , karena dengan demikian alamat kacaulah seluruh jadwal perjalanan saya. Bayangkan saja, saya memesan penerbangan paling awal di hari itu ternyata mundur menjadi penerbangan malam, sehingga sudah dapat dipastikan saya akan ketinggalan penerbangan selanjutnya. Secepatnya saya memeriksa jadwal penerbangan di internet dan ternyata memang berubah. Untunglah dari pihak maskapai menyediakan call center yangstandby 24 jam, maka tanpa mengulur waktu saya langsung saja menghubungi call center yang berada di Pusat untuk complain. Setelah 2 kali menelepon malam-menjelang-pagi (1 kali untukcomplain & 1 kali untuk flight confirm) yang disertai dengan "kata pengantar" yang cukup panjang & (menurutku) kelewat-cerewet-banget-sih akhirnya masalah teratasi. Saya mendapat pergantian hari tanpa tambahan biaya, maka saya memilih untuk mundur satu hari meskipun belum tahu bakal nginap di mana saat tiba di lokasi transit (syukur-syukur kalo ada pramugari yang berbaik hati mau berbagi kamar. Wahahaaha . . . !!). That's better daripada saya harus menghadapi jadwal yang mundur lagi.
Sudah selesaikah sampai di situ?
Ternyata belum mas, belum . . . , suer belum . . . , karena jadwal return flight / penerbangan kembali dari maskapai yang satu lagi (low cost carrier) juga mengalami perubahan jadwal. Lagi-lagi jam penerbangan diundurkan & (sekali lagi) saya pasti terlambat untuk penerbangan lanjutan. "Sempurna, gue suka gaya maskapai loe. Watdehel yuar"
Dengan situasi demikian, maka kembalilah saya harus mengangkat telepon untuk complain hingga masalah ini teratasi.
Dari hasil pengamatan serta analisa terhadap apa yang saya alami, maka saya bisa menarik hipotesa sementara & menyimpulkan bahwa kalimat pada iklan tersebut seharusnya ditambah tanda asterik (*) dan disertai keterangan : "yah . . , sedikit bersusah payah la . ."
Pengen murah malah tambah mahal karena harus telepon lama untuk complain. Ck ck ck . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar